Minggu, 26 April 2015

Maqamat dan Ahwal

 
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Tinjauan analisis terhadap tasawuf menunjukkan bagaimana para sufi dengan berbagai aliran yang dianutnya memiliki suatu konsepsi tentang jalan menuju Allah. Jalan ini dimulai dengan latihan-latihan rohaniah, lalu secara bertahap menempuh fase, yang dikenal dengan maqam (tingkatan) dan ahwal (keadaan), yang berakhir dengan mengenal (ma’rifah) kepada Allah.
Perjalanan menuju Allah untuk memperoleh ma’rifah yang berlaku dikalangan sufi sering disebut sebagai sebuah kerangka “Irfani”. Lingkup Irfani tidak dapat dicapai dengan mudah atau secara spontanitas, tetapi melalui proses yang panjang. Proses yang dimaksud adalah maqam-maqam (tingkatan) dan ahwal (jama’ dari hal). Maqama dan hal tidak dapat dipisahkan. Keterkaitan antar keduanya dapat dilihat dalam kenyataan bahwa maqam menjadi prasyarat menuju Tuhan dan dalam maqam akan ditemukan hal. Hal yang telah ditemukan dalam maqam akan mengantarkan seseorang untuk mendaki maqam-maqam selanjutnya. Dua persoalan ini harus dilewati oleh orang yang berjalan menuju Tuhan.
Untuk itu pemakalah akan membahas tentang maqam dan ahwal dalam tasawuf.

B.       Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan maqamat dan tahapan-tahapannya dalam tasawuf ?
2.    Apa yang dimaksud dengan Ahwal dan tahapan-tahapannya dalam tasawuf ?

C.      Tujuan Penulisan
  1. Mahasiswa dapat mengetahui apa itu maqamat dan tahapan-tahapannya dalam tasawuf ?
  2. Mahasiswa dapat mengetahui apa itu Ahwal dan tahapan-tahapannya dalam tasawuf ?
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Maqamat (Stages)
Maqamat adalah jama’ dari kata maqam. Banyak defenisi yang dikemukakan oleh sufi tentang apa yang dimaksud dengan maqam. Al-Qusyairi, misanya, mengatakan :
“maqam adalah hasil usaha manusia dengan kerja keras dan keluhuran budi pekerti yang dimiliki hamba Tuhan yang dapat membawanya kepada usaha dan tuntunan dari segala kewajiban”.
Al-Thusi mengatakan :
“kedudukan hamba di hadapan Allah yang diperoleh melalui kerja keras dalam ibadah, kesungguhan melawn hawa nafsu, latihan-latihan kerohanian serta menyerahkan seluruh jiwa dan raga semata-mata untuk berbakti kepada-Nya”.
Dari pengertian ini jelas dapat dilihat bahwa maqam adalah tingkatan seorang hamba dihadapan Tuhannya dalam hal ibadah dan latihan-latihan jiwa yang dilakukannya. Maqam diperoleh melalui usaha-usaha atau latihan-latihan dari seorang hamba.
Maqam-maqam dalam tasawuf :
1.    Tobat
Menurut Qamar Kailani, tobat adalah rasa penyesalan yang sungguh-sungguh dalam hati disertai permohonan ampun serta meninggalkan segala perbuatan yang menimbulkan dosa.
Kebanyakan sufi menjadikan tobat sebagai perhentian awal di jalan menuju Allah. Pada tingkatan terendah, tobat menyangkut dosa yang dilakukan jasad atau anggota-anggota badan. Pada tingkat menengah, disamping menyangkut dosa yang dilakukan jasad, tobat menyangkut pula pangkal dosa-dosa, seperti dengki, sombong, dan riya. Pada tingkat yang lebih tinggi, tobat menyangkut usaha menjauhkan bujukan setan dan menyadarkan jiwa akan rasa bersalah. Pada tingkat terakhir, tobat berarti penyesalan atas kelengahan pikiran dalam mengingat Allah. Tobat pada tingkat ini adalah penolakan terhadap segala sesuatu selain yang dapat memalingkan dari jalan Allah.
2.    Zuhud
Secara umum, zuhud dapat diartikan sebagai suatu sikap melepaskan diri dari rasa ketergantungan terhadap kehidupan duniawi dengan mengutamakan kehidupan akhirat. Al-Ghazali mengartikan zuhud sebagai sikap mengurangi keterikatan pada dunia untuk kemudian menjauhinya dengan penuh kesadaran. Al-Qusyairi mengartikan zuhud sebagai suatu sikap menerima rezeki yang diterimanya. Jika makmur, ia tidak merasa bangga dan gembira. Namun, apabila miskin, ia puntidak bersedih. Inti dan tujuan zuhud yaitu tidak menjadikan kehidupan dunia sebagai tujuan akhir.
Dilihat dari maksudnya, zuhud terbagi menjadi tiga tingkatan. Pertama (terendah), menjauhkan dunia ini agar terhindar dari hukuman di akhirat. Kedua, menjauhi dunia dengan menimbang imbalan akhirat. Ketiga (tertinggi), mengucilkan dunia bukan karena takut atau berharap, tetapi karena cinta kepada Allah.
3.    Faqr (fakir)
Al-faqr adalah tidak menuntut lebih banyak dari apa yang telah dipunyai dan merasa puas dengan apa yang sudah dimiliki, sehingga tidak meminta sesuatu yang lain. Sikap mental faqr merupakan benteng pertahanan yang kuat dalam menghadapi pengaruh kehidupan materi. Sebab, sikap mental ini akan menghindarkan seseorang dari keserakahan.
Faqr dapat berarti sebagai kekurangan harta yang diperlukan seseorang dalam menjalani kehidupan didunia. Sikap faqr penting dimiiki orang yang berjalan menuju Allah, karena kekayaan atau kebanyakan harta memungkinkan manusia dekat pada kejahatan, dan sekurang-kurangnya membuat jiwa menjadi tertambat pada selain Allah.
4.    Sabar
Sabar secara harfiah berarti tabah hati. Secara terminologi, sabar adalah suatu keadaan jiwa yang kokoh, stabil dan konsekuen dalam pendirian. Sabar erat hubungannya dengan pengendalian diri, pengendalian sikap dan pengendalian emosi. Oleh karena itu, sikap sabar tidak bisa terwujud begitu saja, akan tetapi harus melalui latihan yang sungguh-sungguh.
5.    Syukur
Syukur adalah ungkapan rasa terima kasih atas nikmat yang diterima. Syukur diperlukan karena semua yang kita lakukan dan miliki didunia ini adalah berkat karunia Allah. Syekh ‘Abdul Qadir Al-Jailani membagi syukur menjadi tiga macam, pertama dengan lisan, yaitu dengan mengakui adanya nikmat dan merasa tenang. Kedua, syukur dengan badan dan anggota badan, yaitu dengan cara melaksanakan ibadah sesuai perintah-Nya. Ketiga, syukur dengan hati.
6.    Rela (Rida)
Rida’ berarti menerima dengan rasa puas terhadap apa yang dianugerahkan Allah SWT. Orang yang rela mampu melihat hikmah dan kebaikan dibalik cobaan yang diberikan Allah dan tidak berburuk sangka terhadap ketentuan-Nya.
Rida mendorong manusia untuk berusaha sekuat tenaga mencapai apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Namun, sebelum mencapainya, ia harus menerima dan merelakan akibatnya dengan cara apa pun yang disukai Allah.
7.    Tawakal
Tawakal berarti menyerahkan diri hanya kepada ketentuan Allah. Jika mendapat sesuatu yang baikberterima kasih, jika tidak, bersabar dan berserah diri kepada ketentuan-Nya.
Tawakal merupakan gambaran keteguhan hati dalam menggantungkan diri hanya kepada Allah.

B.       Ahwal
Ahwal adalah suatu kondisi jiwa yang diperoleh lewat kesucian hati. Hal adalah sebuah pemberian dari Allah, bukan sesuatu yang diusahakan seperti maqamat. Al-Qusyairi mengatakan bahwa ahwal adalah anugerah Allah atau keadaan yang datang tanpa wujud kerja.
Ahwal diperoleh tanpa daya dan upaya. Ahwal sama dengan bakat, sementara maqam diperoleh dengan daya dan upaya. Namun perlu dicatat bahwa antara maqam dan ahwal tidak dapat dipisahkan.
Ahwal yang dijumpai dalam perjalanan sufi
1.    Waspada dan Mawas Diri (Muhasabah dan Muraqabah)
Waspada dan mawas diri merupakan dua hal yang saling berkaitan erat. Waspada dan mawas diri merupakan dua sisi dari tugas yang sama dalam menunjukkan prasaan jasmani yang berupa kombinasi dari pembawaan nafsu dan amarah.
Waspada dapat diartikan meyakini bahwa Allah mengetahui segala pikiran, perbuatan, dan rahasia dalam hati, yang membuat seseorang menjadi hormat, takut, dan tunduk kepada Allah. Adapun mawas diri adalah meneliti dengan cermat apakah segala perbuatan sehari-hari telah sesuai atau malah menyimpang dari yang kehendaki-Nya.
2.      Cinta (Hubb)
Mahabbah (cinta) pada dasarnya adalah anugerah yang menjadi dasar pijakan bagi segenap hal. Mahabbah adalah kecenderungan hati untuk memerhatikan keindahan atau kecantikan.
Dalam kajian tasawuf, mahabbah berarti mencintai Allah dan mengandung arti patuh kepada-Nya dan membenci sikap yang melawan kepada-Nya, mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali Allah SWT serta menyerahkan seluruh diri kepada-Nya.
Kaum sufi menganggap mahabbah sebagai modal utama untuk menuju kejenjang ahwal yang lebih tinggi.
3.    Berharap dan Takut (Raja’ dan Khauf)
Raja’ adalah perasaan hati yang senang karena menanti sesuatu yang diinginkan dan disenangi.
Raja’ menuntut tiga perkara, yaitu :
a.       Cinta kepada apa yang diharapkannya
b.      Takut harapannya itu hilang
c.       Berusaha untuk mencapainya
Khauf yakni suatu sikap rohani merasa cemas karena kurang sempurna pengabdian dan kekhawatiran jika Allah tidak menerima taubat dan ibadahnya.
Khauf dan raja’ saling berhubungan. Kekurangan khauf akan menyebabkan seseorang lalai dan berani berbuat maksiat, sedangkan khauf yang berlebihan akan menjadikannya putus asa dan pesimis. Begitu juga sebaliknya, terlalu besar sikap raja’ akan membuat seseorang sombong dan meremehkan amalan-amalannya, karena optimismenya berlebihan.
4.    Rindu (Syauq)
Selama masih ada cinta, syauq tetap diperlukan. Dalam lubuk jiwa, rasa rindu hidup dengan subur, yakni rindu ingin segera bertemu dengan Tuhan. Rindu adalah kondisi kejiwaan yang menyertai mahabbah, yakni rasa rindu yang memancar dari hati karena glora cinta sejati kepada yang dirindui yaitu Allah. Puncak dari rindu ini adalah ketika bertemu (liqa’) dengan Allah nanti di akhirat pada saat melihat kepada-Nya.
5.      Intim (Uns)
Dalam pandangan kaum sufi, sifat uns adalah suatu keadaan di mana seseorang selalu merasa berteman, tidak pernah merasa sunyi. Teman intimnya adalah Allah yang menemaninya di manapun kapanpun dan dalam keadaan apapun.
Para sufi sering menyebutnya sebagai mahwu yang berarti menghapus, yakni menghapus sifat pikiran yang jahat, menghapus kealpaan dan kelalaian melaksanakan perintah Allah, kemudian menetapkan pikiran-pikiran yang baik, menetapkan kesungguhan melaksanakan perintah Tuhandan keyakinan yang bulat kepada-Nya, maka orng tersebut dikatakan dalam keadaan mahwu dan itsbat.

C.      Metode Irfani
Qalb (hati) dalam pandangan para sufi mempunyai fungsi yang esensial untuk memperoleh kearifan atau ma’rifah, tetapi tidak semua qalb dapat sampai kepada ma’rifah, hanya qalb yang telah suci dari berbagai nodalah yang dapat sampai kesana. Kesucian qalb (hati) merupakan prasyarat untuk memperoleh kearifan atau ma’rifah.
Kenapa hanya hati yang suci yang dapat sampai kepada ma’rifah. Karena hanya hati yang suci sajalah yang dapat menembus alam malakut, yang ketika berada di alam inilah, qalb memperoleh ilmu pengetahuan dari Tuhan. Ketika berada dalam alam malakut inilah, dengan perangkat qalb yang suci seseorang dalam berdialog secara batini dengan Tuhan. Ilmu yang diperoleh dari dialogis batiniah inilah yang disebut oleh para sufi sebagai ilmu ma’rifah.
Untuk sampai kepada ma’rifah ini mesti melalui beberapa tahapan. Disamping tahapan-tahapan maqamat dan  ahwal diatas, mesti pula melalui usaha-usaha berikut :
1.        Riyadhah
Riyadhah dalam pandangan para sufi merupakan latihan kejiwaan dalam usaha meninggalkan sifat-sifat buruk, termasuk didalamnya adalah pendidikan akhlak dan pengobatan penyakit hati. Menurut para sufi, untuk menghilangkan penyakit itu perlu dilakukan Riyadhah.
Usaha-usaha mengikis sifat-sifat buruk baik lahir maupun bathin tersebut bukan suatu yang mudah, karena itu butuh kesungguhan (mujahadah). Melalui proses riyadhah ini akan terbentuk pribadi yang bersih jiwanya, yang berakhlak baik, yang terus menerus melakukan amal saleh. Dengan demikian ia akan dapat menghubungkan diri dengan  Ilahi. Ia akan mendapat ilmu ma’rifah.
2.        Tafakkur
Tafakkur, berfikir dalam pandangan para sufi dapat menghasilkan ilmu ladunni. Dengan bertafakkur dengan benar pintu kegaiban juga dapat terbuka. Dengan proses pembelajaran dari dalam diri melalui kegiatan berfikir yang menggunakan perangkat bathiniyah (jiwa). Selanjutnya tafakkur dilakukan dengan memotensikan nafs kulli (jiwa universal), akan menghasilkan ilmu yang tinggi kwalitasnya.
Dengan demikian perlu tafakkur untuk sampai kepada suatu ilmu yaqin atau untuk sampai kepada ma’rifah.
3.        Tazkiyah An-Nafs
Tazkiyah al-nafs adalah proses penyucian jiwa dari berbagai kotoran dan penyakit-penyakit hati. Tazkiyah an-nafs merupakan inti kegiatan bertaswuf. Ini diperlukan agar hati dapat menangkap hakikat kebenaran. Ada lima perkara yang menghalangi jiwa dari hakikat kebenaran : (1) jiwa yang belum sempurna (2) jiwa yang dikotori oleh perbuatan maksiat (3) sikap menuruti keinginan badan (4) adanya penutup yang menghalangi masuknya hakikat kedalam jiwa (taqlid) (5) tidak dapat berfikir logis. Kesucian jiwa adalah syarat mutlak untuk memperoleh hakikat atau ilmu ma’rifat. Hati yang kotor tidak akan pernah sampai kesana, karena itu perlu untuk disucikan (tazkiyah al-nafs).
4.        Dzikrullah
Secara etimologi, dzikir adalah mengingat, sedangkan secara istilah adalah membasahi lidah dengan ucapan-ucapan pujian kepada Allah. Dzikir dalam pandangan para sufi sangat penting untuk mendapatkan ilmu ma’rifah. Ini karena dzikir berhubungan dengan hati. Dengan dzikir, dalam pandangan para sufi, hati akan terhindar dari gerak-gerik setan, tenggelam hanya kepada Allah, hati akan menjadi jernih, bersih dan suci, karenanya berbagai penyakit hati akan terobati, berbagai kegelisahan dan kewas-wasan akan hilang, berbagai ilmu pengetahuan akan diperoleh. Dengan demikian akan sampai kepada ma’rifah.















BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Maqamat adalah jama’ dari kata maqam. Maqamat adalah tingkatan seorang hamba dihadapan Tuhannya dalam hal ibadah dan latihan-latihan jiwa yang dilakukannya. Maqam diperoleh melalui usaha-usaha atau latihan-latihan dari seorang hamba. Maqam-maqam dalam tasawuf : tobat, zuhud, faqr, sabar, syukur, rela, dan tawakal.
Ahwal adalah suatu kondisi jiwa yang diperoleh lewat kesucian hati. Hal adalah sebuah pemberian dari Allah, bukan sesuatu yang diusahakan seperti maqamat. Ahwal diperoleh tanpa daya dan upaya. Ahwal yang dijumpai dalam perjalanan sufi : Waspada dan Mawas Diri (Muhasabah dan Muraqabah), Cinta (Hubb), Berharap dan Takut (Raja’ dan Khauf), Rindu (Syauq), dan Intim (Uns).
Untuk sampai kepada ma’rifah ini mesti melalui beberapa tahapan. Disamping tahapan-tahapan maqamat dan  ahwal diatas, mesti pula melalui usaha-usaha berikut : Riyadhah, Tafakkur, Tazkiyah An-Nafs, dan Dzikrullah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar