Minggu, 21 Desember 2014

TAFSIR Q.S AL-LUQMAN AYAT 8-9



SURAH AL-LUQMAN AYAT 8-9
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتُ النَّعِيمِ ۝٨
خَالِدِينَ فِيهَا ۖ وَعْدَ اللَّهِ حَقًّا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ ۝۹

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, bagi mereka surga-surga yang penuh kenikmatan(8), kekal mereka didalamnya; sebagai janji Allah yang benar dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana(9). (Luqman,31:8-9)

PENGERTIAN SECARA IJMAL
Sesudah Allah menyebutkan perihal orang yang berpaling dari ayat-ayat-Nya dan menjelaskan akibat dari perbuatannya. Kemudian Dia mengiringi hal itu dengan menyebutkan akibat yang akan diterima oleh orang yang mau menerima ayat-ayat itu, dan mau membaca serta mengambil manfaat darinya.

PENJELASAN
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتُ النَّعِيمِ.خَالِدِينَ فِيهَا.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada Allah dan percaya kepada rasul-rasul, serta mengerjakan amal-amal saleh; lalu mereka mengerjakan semua apa yang diperintahkan oleh Rabb mereka melalui kitab-Nya yang disampaikan oleh lisan Rasul-rasul-Nya, dan mereka mencegah diri dari hal-hal yang dilarang oleh-Nya. Maka bagi mereka surga yang didalamnya mereka menikmati berbagai macam kelezatan dan makanan serta minuman yang lezat, serta pakaian dan kendaraan yang beraneka ragam. Yang semua itu belum pernah terdetik di hati seorang pun. Sedangkan mereka tinggal di dalamnya untuk selama-lamanya, dan tidak akan keluar daripadanya serta tidak mengharapkan lagi tempat yang lain.


وَعْدَ اللَّهِ حَقًّا
Semua apa yang telah Kami berikan adalah ada dan pasti terjadi, karena sesungguhnya hal itu adalah janji Allah yang tidak pernah ingkar akan janji-Nya, dan Dia adalah Yang Maha Mulia lagi Maha Pemberi kepada hamba-hamba-Nya.
وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Dan Dia Maha Keras di dalam pembalasan-Nya terhadap orang-orang yang menyekutukan-Nya lagi menghambat manusia dari jalan-Nya. Dan Dia Maha Bijaksana di dalam mengatur makhluk-Nya; maka karena itu Dia tidak melakukan sesuatu melainkan mengandung hikmat dan maslahat bagi mereka.

HADITS MAUDHU'



I.     PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam yang pokok banyak mengandung ayat-ayat yang bersifat mujmal, mutlak, dan ‘am. Oleh karenanya kehadiran hadits berfungsi untuk “tabyin wa taudhih” terhadap ayat-ayat tersebut. Tanpa kehadiran hadits umat Islam tidak akan mampu menangkap dan merealisasikan hukum-hukum yang terkandung didalam al-Qur’an ecara mendalam. Ini menunjukkan hadits menduduki posisi yang sangat penting dalam literatur sumber hukum Islam.
Hadits ditulis dan diibukukan pada masa kekhalifahan Umar ibn ‘Abd Al-Aziz (abad ke-2 H) melalui perintahnya kepada Gubernur Abu Bakar Muhammad bin ‘Amr bin H>>>azm dan bahkan kepada tabi’i wanita ‘Amrah binti ‘Abd Al-Rahman.
Kesenjangan waktu antara sepeninggalan Rasulullah SAW. dengan waktu pembukuan hadits (hampir 1 abad) merupakan kesempatan yang baik bagi orang-orang atau kelompok tertentu untuk memulai aksinya membuat dan mengatakan sesuatu yang kemudian dinisbatkan kepada Rasulullah SAW. dengan alasan yang dibuat-buat. Penisbatan sesuatu kepada Rasulullah SAWseperti inilah yang dikenal dengan hadits palsu atau Hadits Maudhu’.
Hadits Maudhu’ ini sebenarnya tidak layak untuk disebut sebagai sebuah hadits, karena ia sudah jelas bukan sebuah hadits yang bisa disandarkan kepada Nabi SAW.
Makalah ini akan menguraikan tentang Hadits Maudhu’ dan beberapa kajian tentangnya.

B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.      Apa yang dimaksud dengan Hadits Maudhu’ ?
2.      Apa saja sebab timbulnya Hadits Maudhu’ ?
3.      Apa saja tanda-tanda Hadits Maudhu’ ?
4.      Bagaimana cara mengidentifikasi Hadits Maudhu’ ?

C.     Tujuan Penulisan
Pada dasarnya Tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadits semester 1.
Sedangkan tujun khusus dari penyusunan makalah ini yaitu :
1.      Agar mahasiswa mengetahui lebih rinci tentang hadits Maudhu’
2.      Agar mahasiswa mengetahui sebab timbulnya hadits Maudhu’
3.      Agar mahasiswa mengetahui tanda-tanda hadits Maudhu’
4.      Agar mahasiswa mengetahui bagaimana cara mengidentifikasi Hadits Maudhu’

















II.   PEMBAHASAN
A.    Definisi Hadits Maudhu’
Pengertian hadits maudhu’ menurut istilah adalah :
هُوَمَا نُسِبَ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِخْتِلاَقًا وَكَذْبًا مِمَّا لَمْ يَقُلْهُ أَوْيَفْعَلْهُ أَوْ يُقِرَّهُ.
Sesuatu yang dinisbahkan kepada Rasulullah SAW. secara mengada-ada dan dusta, yang tidak beliau sabdakan, beliau kerjakan ataupun beliau taqrirkan.
Hadits maudhu’ sebenarnya adalah ungkapan seseorang yang disandarkan kepada Nabi secara dusta. Ungkapan tersebut tidak terkait sama sekali dengan Nabi. Adapun penggunaan istilah ‘hadits’ melihat dari motif pemalsunya. Pemalsu hadits membuat-buat satu ungkapan yang kemudian ungkapan tersebut dikatakan sebagai hadits, dengan tujuan agar orang yang mendengar mau mengikuti kehendaknya.
Hadits Maudhu’ merupakan hadits yang paling buruk kualitasnya, karena ia merupakan hadits palsu yang sama sekali tidak dikatakan oleh Nabi. Di sisi lain, hadits jenis ini akan berdampak fatal dalam agama. Selain merusak ajaran-ajaran agama, dengan memasukkan pernyataan-pernyataan yang tidak diajarkan dalam agama, dia juga meracuni keyakinan dan cara berfikir pemeluknya.

B.     Sebab timbulnya Hadits Maudhu’
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya hadits maudhu’ yaitu sebagai berikut :
1.    Faktor Politik
hadits Maudhu’ ditimbulkan akibat dampak konflik internal antar umat Islam yang kemudian menjadi perpecahan ke beberapa sekte. Dalam sejarah sekte pertama yang menciptakan hadits maudhu’ adalah syi’ah. Hal ini diakui oleh orang syi’ah sendiri, misalnya seperti kata Ibnu Abu Al-Hadid dalam Syarah Nahju Al-Balaghah, bahwa asal usul kebohongan dalam hadits-hadits tentang keutamaan adalah sekte syi’ah, mereka membuat beberapa hadits maudhu’ untuk memusuhi lawan politiknya. Setelah hal itu diketahui oleh kelompok bakariyah, merekapun membalasnya dengan membuat hadits maudhu’ pula.
Diantara kepentingan syi’ah dalam membuat hadits maudhu’ adalah menetapkan wasiat Nabi bahwa Ali orang yang paling berhak menjadi khalifah setelah beliau dan menjatuhkan lawan-lawan politik yaitu Abu Bakar, Umar, dan lain-lain. Misalnya :
وَصِيِّيْ وَمَوْضِعُ سِرِّيْ وَخَلِيْفَتِي فِي أَهْلِيْ وَخَيْرُ مَنْ أَخْلَفَ بَعْدِى عَلِيّ
Wasiatku, tepat rahasiaku, khalifahku pada keluargaku,dan sebaik orang yang menjadi khalifah setelahku adalah Ali.
Kemudian  dibalas oleh sekte Sunni, dengan hadits yang di maudhu’-kan pada Abdullah bin Abu Aufa berkata : Aku melihat Nabi duduk bersandar pada Ali kemudian Abu Bakar dan Umar datang maka Nabi bersabda :
يَاأَبَالْحَسَنِ أَحِبَّهُمَا فَبِحُبِّهِمَا تَدْخُلِ الْجَنَّةَ
Hai Abu Al-Hasan! Cintailah mereka, maka dengan mencintai mereka engkau masuk surga.

Sekte khawarij lebih bersih dari pe-maudhu’-an hadits, karena menurut mereka bohong termasuk dosa besar dan pelaku dosa besar dihukumi kafir. Oleh karena itu, mereka yang paling bersih dalam periwayatan hadits. Sebagaimana kata Abu Dawud: “Tidak ada diantara kelompok hawa nafsu yang lebih shahih haditsnya dari pada khawarij.”

2.    Dendan Musuh Islam
Setelah Islam memberontak dua negara super power yakni Kerajaan Romawi dan persia. Islam tersebar ke segala penjuru dunia, sementara musuh-musuh Islam tersebut tidak mampu melawannya secara terang-terangan, maka mereka meracuni Islam melalui ajarannya dengan memasukkan beberapa hadits maudhu’ ke dalamnya yang dilakukan oleh kaum zindiq. Hal ini dilakukan agar umat Islam lari daripadanya dan agar mereka melihat, bahwa ajaran-ajaran Islam itu menjijikkan.
Hammad bin Zaid mengatakan : “kaum zindiq telah memalsukan hadits Nabi sebanyak empat belas ribu hadits”. Angka ini bersumber dari pengakuan seorang zindiq Abdul Karim bin Auja’ yang hendak dipenggal lehernya oleh Muhammad bin Sulaiman bin Ali pada masa pemerintahan Al-Mahdi al-Abbasi (160 H). Dia mengaku telah memalsukan tidak kurang dari 14.000 hadits yang isinya diantaranya menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
Contoh hadits yang mereka buat :
الَنَّظَرُ إِلَى الْوَجْهِ الْجَمِيْلِ عِبَادَةٌ
Melihat (memandang) muka yang indah adalah ibadah.

3.    Fanatisme Kabilah, Negeri atau Pemimpin
Umat Islam pada masa sebagian Daulah Umawiyah sangat menonjol fanatisme Arabnya sehingga orang-orang non-Arab merasa terisolasi dari pemerintahan, maka diantara mereka ada yang ingin memantapkan posisinya dengan membuat hadits maudhu’ misalnya seorang yang fanatik pada kabilah persia merasa bangsa Persialah yang paling baik, demikian juga bahasanya seraya mengatakan “
إِنَّ كَلاَمَ الَّذِيْنَ حَوْلَ الْعَرْشِ بِالْفَارِسِيَّةِ
Sesungguhnya bahasa makhluk disekitar arsy dengan bahasa Persia.
Demikian juga fanatisme dalam madzhab Hanafi mengangkat madzhab mereka adalah yang paling benar sehingga merendahkan madzhab lain.

4.    Qashshash (Tukang Cerita)
Sebagian qashshash (ahli cerita atau ahli dongeng) ingin menarik perhatian para pendengarnya yaitu orang-orang awam agar banyak pendengar, penggemar dan pengundangnya dengan memanfaatkan profesinya itu untuk mencari uang, dengan cara memasukkan hadits maudhu’ke dalam propagandanya. Qashshash ini populer pada abad ke 3 H yang duduk di masjid-masjid dan di pinggir-pinggir jalan, diantara mereka terdiri dari kaum Zindiq dan orang-orang yang berpura-pura jadi orang alim. Tetapi pada tahun 279 H masa pembai’atan khalifah abbasiyah Al-Mu’tashim mereka itu dilarang berkeliaran di masjid-masjid dan jalan-jalan tersebut.
Sebagai contoh :
كانت سفينة نوح طافت بالبيت سبعاوصلت عند المقام ر كعتين
“Pada saat terjadi banjir, kapal Nabi Nuh berputar tawaf tujuh kali di ka’bah dan shalat dua rakaat di maqam Ibrahim”.

5.    Perselisihan Madzhab dan Ilmu Kalam
Munculnya hadits-hadits palsu dalam masalah fiqih ilmu kalam ini berasal dari para pengikut mazhab. Mereka berani melakukan pemalsuan hadits karena didorong sifat fanatik dan ingin menguatkan mazhab nya masing-masing.
Diantara hadits-hadits palsu tentang masalah ini adalah :
a.    Siapa yang mengangkat kedua tangannya dalam shalat, maka shalatnya tidak sah.
b.    Jibril menjadi imamku dalam shalat di ka’bah, ia (jibril) membaca basmalah dengan nyaring.
c.    Yang junub wajib berkumur dan menghisap air tiga kali.
d.    Semua yang ada di bumi dan langit serta di antara keduanya adalah makhluk, kecuali Allah dan Al-qur’an. Dan kelak akan ada diantara umatku yang menyatakan “al-qur’an itu makhluk”. Barang siapa yang menyatakan demikian, niscaya ia telah kufur kepada Allah Yang Maha Agung dan saat itu pula jatuhlah talak kepada isterinya.

6.    Membangkitkan gairah beribadah untuk mendekatkan diri kepada Allah
Mereka membuat hadits-hadits palsu denan tujuan menarik orang untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, melalui amalan-amalan yang mereka ciptakan, atau dorongan-dorongan untuk meningkatkan amal, melalui hadits tarhib wa targhib (anjuran-anjuran untuk meninggalkan yang tidak baik dan untuk mengerjakan yang dipandangnya baik), dengan cara berlebih-lebihan.
Contoh Hadits :
من قال لاإله إلاّاللُّه خلق اللُّه من كل كلمة طاىرامنقاره من ذهب ووريشه من مر جان
“barang siapa mengucapkan la ilaha illallah maka Allah akan menciptakan baginya –pada setiap kalimat- seekor burung yang paruhnya terbuat dari emas dan bulunya dari permata”.

7.    Menjilat penguasa
Ulama-ulama su’ membuat hadits palsu ini untuk membenarkan perbuatan-perbuatan para penguasa sehingga dari perbuatannya tersebut, mereka mendapat upah dengan diberi kedudukan atau harta. Seperti kisah Ghiyats bin Ibrahim An-Nakha’i yang datang kepada Amirul Mukminim Al-Mahdi, yang sedang bermain merpati.

Dari beberapa motif membut hadits palsu diatas, kiranya dapat dikelompokkan menjadi :
Pertama, ada yang karena sengaja; kedua, ada yang tidak sengaja merusak agama; ketiga, ada yang karena keyakinannya bahwa membuat hadits palsu diperbolehkan; dan keempat ada yang karena tidak tahu bahwa dirinya membuat hadits palsu. Dapatjuga dikatakan tujuan mereka membuat hadits palsu ada yang negatif dan ada yang menganggap mempunyai nilai positif. Sekalipun demikian, tetap harus dikatakan apa pun alasannya yang mereka kemukakan, bahwa membuat dan meriwayatkan hadits palsu merupakan perbuatan tercela dan menyesatkan, karena hal ini sangat bertentangan dengan sabda Rasulullah SAW seperti  yang telah disebutkan terdahulu.


C.     Tanda-tanda Hadits Maudhu’
Hadits maudhu’ dapat diketahui melalui tanda-tandanya baik yang ada pada sanad atau pada matan.
1.      Dalam Sanad
a.       Pengakuan pembuatnya sendiri
Sebagaimana pengakuanAbdul karim bin Abu Al-Auja ketika akan dihukum mati ia mengatakan : “Demi Allah aku palsukan padamu 4.000 buah Hadits. Didalamnya aku haramkan yang halal dan aku halalkan yang haram.” Kemudian dihukum pancung lehernya atas instruksi Muhammad bin Sulaiman bin Ali Gubernur Bashrah (160-173 H). Maysarah bin Abdi Rabbih Al-Farisi mengaku banyak membuat hadits maudhu’ tentang keutamaan Al-qur’an dan keutamaan Ali. Ia mengaku membuat hadits maudhu’ lebih dari 70 hadits. Demikian juga Abu Ishmah bin Maryam yang bergelar Nuh Al-jami’ mengaku banyak membuat hadits maudhu’ yang disandarkan kepada Ibnu Abbas tentang keutamaan Al-qur’an.
b.      Adanya bukti (qarinah) menempati pengakuan
Seperti seseorang yang meriwayatkan hadits dengan ungkapan yang mantap serta meyakinkan (jazam) dari seorang syaikh padahal dalam sejarah ia tidak pernah bertemu atau dari seorang syaikh disuatu negeri yang tidak pernah berangkat ke luar atau seorang syaikh yang telah wafat sementara ia masih kecil atau belum lahir. Untuk mengetahui ini harus mempelajari buku-buku tawarikh Ar-Ruwah.
c.       Adanya bukti pada keadaan perawi
Seperti yang disandarkan Al-Hakim dari Saif bin Umar Al-Tamimi, aku disisi Sa’ad bin tharif, ketika anaknya pulang dari sekolah (al-kuttab) menangis, ditanya bapaknya : “mengapa engkau menangis?” anaknya menjawab : “dipukul gurunya.” Lantas Sa’ad berkata : “sungguh saya bikin hina mereka sekarang”memberitkan kepadaku Ikrimah dari Ibnu Abbas secara marfu’ :
معلموا صبيانكم شراركم أقلهم رحمت لليتيم وأغلظهم على المساكين
Guru-guru anak kecilmu adalah orang yang paling jelek diantara kamu. Mereka paling sedikit sayangnya terhadap anak yatim dan yang paling kasar terhadap orang-orang miskin.
d.      Kedustaan perawi
Seorang perawi yang dikenal dusta meriwayatkan suatu hadits sendirian dan tidak ada eorang tsiqah yang meriwayatkannya.

2.      Dalam Matan
a.       Lemah susunan lafal dan maknanya
Salah satu tanda ke-maudhu’an suatu hadits adalah lemah dari segi bahasa dan maknanya. Secara logis tidak dibenarkan bahwa ungkapan itu datang dari Rasul. Banyak hadits-hadits panjang yang lemah susunan bahasa dan maknanya. Seseorang yang memiliki keahlian bahasa dan sastra memiliki ketajaman dalam memahami hadits dari Nabi atau bukan hadits maudhu’ ini bukan bahasa Nabi yang mengandung sastra (fashahah), karena sangat rusak susunannya.
Hadits palsu jika diriwayatkan secara eksplit bahwa ini lafal dari Nabi dapat dideteksi oleh para pakar yang ahli dalam bidangnya sehingga tercium bahwa hadits ini hadits yang sesungguhnya dan hadits palsu. Jika tidak dinyatakan secara eksplisit, menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, hadits itu dikembalikan kepada maknanya yang rusak, karena bisa jadi ia beralasan riwayah bi al-ma’na atau karena tidak bisa menyusunnya secara baik.
b.      Rusaknya makna
Maksud rusaknya makna karena bertentangan dengan rasio yang sehat, menyalahi kaidah kesehatan, mendorong pelampiasan biologis seks, dan lain-lain dan tidak bisa ditakwilkan.
Contoh :
أن سفينة نوح طافت بالبيت سبعا وصلت عند المقام ركعتىن
Bahwasahnya perahu Nabi Nuh berthawaf di Bait (ka’bah) tujuh kali dan shalat di makam Ibrahim dua rakaat.
c.       Menyalahi teks Al-Qur’an atau hadits mutawatir
Termasuk tanda maudhu’ adalah menyalahi Al-Qur’an atau hadits mutawatir dan tidak mungkin ditakwilkan, kecuali jika dapat dikompromikan melalui takhshish al-amm atau tafshil al-mujmal dan lain-lain sebagaimana langkah-langkah pemecahan yang telah dilakukan ulama Ushul fikih. Contoh hadits palsu yang bertentangan ayat Al-Qur’an misalnya :
ولد الزنا لايدخل الجنة إلى سبعة أبناء
Anak zina tidak bisa masuk surga sampai tujuh keturunan.
Hadits di atas bertentangan dengan firman Allah :
ولا تزر وازرة وزر أخرى
Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemadharatannya kembali kepada dirinya sendiri. (QS. Al-An’am (6): 164)
d.      Menyalahi realita sejarah
Misalnya hadits yaang menjelaskan bahwa Nabi memungut jizyah (pajak) pada penduduk khaibar dengan disaksikan oleh Sa’ad bin Mu’adz padahal Sa’ad telah meninggal pada masa perang Khandaq sebelum kejadian tersebut. Jizyah disyari’atkan setelah perang tabuk pada Nashrani Najran dan Yahudi Yaman.
e.       Hadits sesuai dengan madhzab perawi
Misalnya hadits yang diriwayatkan oleh habbah bin juwaini, ia berkata : saya mendengar Ali berkata: “Aku menyembah Tuhan bersama Rasul-nya sebelum menyembah-nya seorangpun dari umat ini ini lima atau tujuh tahun”.
Hadits ini mengkultuskan Ali sesuai dengan prinsip madzhab Syi’ah, tetapi pengkultusan itu juga tidak masuk akal, bagaimana Ali beribadah bersama Rasul lima atau tujuh tahun sebelum umat ini.
f.        Mengandung pahala yang berlebihan bagi amal yang kecil
Biasanya motif pemalsuan hadits ini disampaikan para tukang kisah yang ingin menarik perhatian para pendengarnya atau menarik pendengar untuk melakukan perbuatan amal saleh. Tetapi memang terlalu tinggi dalam membesarkan suatu amal kecil dengan pahala yang berlebihan.
g.      Sahabat dituduh menyembunyikan hadits
Sahabat dituduh menyembunyikan hadits dan tidak menyampaikan atau tidak meriwayatkan kepada orang lain, padahal hadits itu secara transparan haru disampaikan Nabi. Misalnya, Nabi mmegang tangan Ali bin Abi Thalib dihadapan para sahabat semua, kemudian bersabda : “ini wasiatku dan saudaraku dan khalifah setelah aku.” Seandainya itu benar hadits dari Nabi tentu banyak diantara sahabat yang meriwayatkannya, karena masalahnya adalah untuk kepentingan umum yakni kepemimpinan. Tidak mungkin para sahabat diam tidak meriwayatkan jika hal itu  terjadi benar pada Rasulullah.



D.    Usaha Para Ulama dalam menanggulangi Hadits Maudhu’
Merupakan satu hal yang telah dirancang oleh Allah swt dalam menjaga hadis-hadis nabi-Nya dari permasalahan dengan menyiapkan para ulama yang selalu siap dan setia berjuang dengan mengorbankan segala yang dimiliki, tenaga, waktu dan pikiran mereka demi menjaga kemurnian agama dan keotentikan hadis-hadis Nabi dari sentuhan tangan-tangan kotor.
Diantara usaha-usaha yang telah mereka lakukan adalah dengan keharusan mencantumkan sanad dalam setiap periwayatan. Hal semacam ini sebenarnya tidak dilakukan pada zaman sahabat. Baru setelah terjadi konflik intern dalam kubu umat islam mereka memberlakukan periwayatan dengan sanad agar tidak semua orang dapat meriwayatkan hadis degan bebas tanpa kendali.
Terjadinya konflik pada masa sahabat dan munculnya benih-benih hadis palsu saat itu selain berdampak negatif juga mempunyai manfaat yang cukup mendalam. Dengan konflik itu lahirlah metode dan kaidah-kaidah periwayatan hadis. Di sisi lain, seandainya konflik itu baru terjadi di masa setelah sahabat mungkin dampaknya akan semakin parah bagi keutuhan islam.
Hal itu hampir sama kasusnya dengan terjadinya perbedaan qiraat yang terjadi pada masa sahabat. Seandainya perbedaan dan pertentangan dalam bacaan al-Quran terjadi setelah kepergian sahabat, dapat kita bayangkan bagaimana dampak dan akibatnya bagi keutuhan umat islam.
Langkah berikutnya yang dilakukan para ulama adalah menginventarisir hadis-hadis palsu dan mengklasifikasikannya dalam buku tersendiri agar mudah diketahui dan tidak bercampur dengan hadis yang sebenarnya.
Selain itu juga membuat kaidah-kaidah yang dapat digunakan sebagai barometer untuk mengetahui kepalsuan hadis. Kaidah-kaidah itu tertuang dalam satu disiplin ilmu tersendiri yaitu ilmu al-Jarh wa Ta’dil. Kritik sanad dan matan juga mereka lakukan untuk menyingkap tabir kepalsuan mereka.
Adanya klasifikasi kualitas hadis dari mulai yang tertinggi hingga terendah, serta kriteria yang digunakan untuk menentukan hal tersebut sampai pada kodifikasi hadis tidak lain merupakan buah dari usaha mereka ini.
Bertolak dari hal di atas, nampaknya kita juga perlu untuk melanjutkan usaha mereka ini, di antaranya dengan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak ikut menyebarkan –baik sengaja maupun tidak-hadis-hadis maudhu’ kepada siapa pun.
Sering kita jumpai kitab-kitab yang memuat hadis-hadis palsu tersebut masih diajarkan dalam pesantren-pesantren, pengajian-pengajian, bahkan juga disampaikan dalam banyak khutbah oleh para da’i dalam khutbah dan ceramah mereka, dengan dalih untuk fadha’il a’mal. Padahal –sebagaimana telah sekalipun dijelaskan diatas- bahwa meriwayatkan hadis maudhu’ –sekalipun untuk maksud baik- hukumnya haram, sama halnya dengan berdusta kepada Nabi saw.

E.     Karya-karya dalam hadist maudhu’
1.      Al-maudhu’at, karangan ibn al-jauzi- beliau paling awal mmenulis dalam ilmu ini
2.      Al-la’ali al-mashnu’ah fi al-ahadist al-maudhu’ah. Karya as-suyuthi- ringkaasan kitab ibnu al jauzi dgn beberapa tmbahan
3.      Tanzihu asy-syari’ah al-marfu’ah  ‘an al ahadist asy-syani’ah al-maudhu’ah, karya ibnu ‘iraq al-kittani ringkasan dari kedua kitab tersebut
4.      Silsilah al-hadist adh-dha’ifah, karyan al-albani





III.  KESIMPULAN
Hadits maudhu’ adalah hadits palsu yang dibuat oleh seseorang dan disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Tujuan mereka membuat hadits maudhu’ ada yang negatif dan ada pula yang mempunyai nilai positif. Apapun alasan mereka, perlu ditegaskan bahwa membuat hadits palsu merupakan perbuatan tercela dan menyesatkan.
Hadits maudhu’ dapat diidentifikasi berdasarkan metode-metode tertentu,  misalkan mengetahui ciri-ciri yang terdapat pada sanad dan matannya.





















IV.  DAFTAR PUSTAKA
Smeer, Zeid. ULUMUL HADITS Pengantar Study  Hadis Praktis. Malang: UIN-Malang Pers. 2008
Suparta, Munzier. Ilmu Hadis. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2006
Al-Qaththan, Syaikh Manna’. Pengantar Study Ilmu Hadis. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2005
Solahudin, dan Agus Suyadi. ULUMUL HADITS. Bandung: Pustaka Setia. 2008
Khon, Abdul Majid. Ulumul hadis. Jakarta: Bumi Aksara. 2009