I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Al-Qur’an
sebagai sumber hukum Islam yang pokok banyak mengandung ayat-ayat yang bersifat
mujmal, mutlak, dan ‘am. Oleh karenanya kehadiran hadits berfungsi untuk
“tabyin wa taudhih” terhadap ayat-ayat tersebut. Tanpa kehadiran hadits umat
Islam tidak akan mampu menangkap dan merealisasikan hukum-hukum yang terkandung
didalam al-Qur’an ecara mendalam. Ini menunjukkan hadits menduduki posisi yang
sangat penting dalam literatur sumber hukum Islam.
Hadits
ditulis dan diibukukan pada masa kekhalifahan Umar ibn ‘Abd Al-Aziz (abad ke-2
H) melalui perintahnya kepada Gubernur Abu Bakar Muhammad bin ‘Amr bin
H>>>azm dan bahkan kepada tabi’i wanita ‘Amrah binti ‘Abd Al-Rahman.
Kesenjangan
waktu antara sepeninggalan Rasulullah SAW. dengan waktu pembukuan hadits
(hampir 1 abad) merupakan kesempatan yang baik bagi orang-orang atau kelompok
tertentu untuk memulai aksinya membuat dan mengatakan sesuatu yang kemudian
dinisbatkan kepada Rasulullah SAW. dengan alasan yang dibuat-buat. Penisbatan sesuatu
kepada Rasulullah SAWseperti inilah yang dikenal dengan hadits palsu atau
Hadits Maudhu’.
Hadits
Maudhu’ ini sebenarnya tidak layak untuk disebut sebagai sebuah hadits, karena
ia sudah jelas bukan sebuah hadits yang bisa disandarkan kepada Nabi SAW.
Makalah
ini akan menguraikan tentang Hadits Maudhu’ dan beberapa kajian tentangnya.
B. Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa yang
dimaksud dengan Hadits Maudhu’ ?
2. Apa saja
sebab timbulnya Hadits Maudhu’ ?
3. Apa saja
tanda-tanda Hadits Maudhu’ ?
4. Bagaimana
cara mengidentifikasi Hadits Maudhu’ ?
C. Tujuan
Penulisan
Pada dasarnya Tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi
dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan
makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadits semester 1.
Sedangkan tujun khusus dari penyusunan makalah ini yaitu :
1. Agar mahasiswa mengetahui
lebih rinci tentang hadits Maudhu’
2. Agar mahasiswa
mengetahui sebab timbulnya hadits Maudhu’
3. Agar mahasiswa
mengetahui tanda-tanda hadits Maudhu’
4. Agar mahasiswa
mengetahui bagaimana cara mengidentifikasi Hadits Maudhu’
II.
PEMBAHASAN
A. Definisi
Hadits Maudhu’
Pengertian hadits
maudhu’ menurut istilah adalah :
هُوَمَا
نُسِبَ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِخْتِلاَقًا
وَكَذْبًا مِمَّا لَمْ يَقُلْهُ أَوْيَفْعَلْهُ أَوْ يُقِرَّهُ.
Sesuatu yang dinisbahkan kepada
Rasulullah SAW. secara mengada-ada dan dusta, yang tidak beliau sabdakan,
beliau kerjakan ataupun beliau taqrirkan.
Hadits maudhu’ sebenarnya adalah
ungkapan seseorang yang disandarkan kepada Nabi secara dusta. Ungkapan tersebut
tidak terkait sama sekali dengan Nabi. Adapun penggunaan istilah ‘hadits’
melihat dari motif pemalsunya. Pemalsu hadits membuat-buat satu ungkapan yang
kemudian ungkapan tersebut dikatakan sebagai hadits, dengan tujuan agar orang
yang mendengar mau mengikuti kehendaknya.
Hadits Maudhu’ merupakan hadits yang
paling buruk kualitasnya, karena ia merupakan hadits palsu yang sama sekali
tidak dikatakan oleh Nabi. Di sisi lain, hadits jenis ini akan berdampak fatal
dalam agama. Selain merusak ajaran-ajaran agama, dengan memasukkan
pernyataan-pernyataan yang tidak diajarkan dalam agama, dia juga meracuni
keyakinan dan cara berfikir pemeluknya.
B. Sebab timbulnya Hadits Maudhu’
Ada beberapa faktor yang menjadi
penyebab terjadinya hadits maudhu’ yaitu sebagai berikut :
1. Faktor Politik
hadits Maudhu’ ditimbulkan akibat dampak konflik internal
antar umat Islam yang kemudian menjadi perpecahan ke beberapa sekte. Dalam
sejarah sekte pertama yang menciptakan hadits maudhu’ adalah syi’ah. Hal ini
diakui oleh orang syi’ah sendiri, misalnya seperti kata Ibnu Abu Al-Hadid dalam
Syarah Nahju Al-Balaghah, bahwa asal usul kebohongan dalam hadits-hadits
tentang keutamaan adalah sekte syi’ah, mereka membuat beberapa hadits maudhu’
untuk memusuhi lawan politiknya. Setelah hal itu diketahui oleh kelompok
bakariyah, merekapun membalasnya dengan membuat hadits maudhu’ pula.
Diantara kepentingan syi’ah dalam membuat hadits maudhu’
adalah menetapkan wasiat Nabi bahwa Ali orang yang paling berhak menjadi
khalifah setelah beliau dan menjatuhkan lawan-lawan politik yaitu Abu Bakar,
Umar, dan lain-lain. Misalnya :
وَصِيِّيْ وَمَوْضِعُ
سِرِّيْ وَخَلِيْفَتِي فِي أَهْلِيْ وَخَيْرُ مَنْ أَخْلَفَ بَعْدِى عَلِيّ
Wasiatku,
tepat rahasiaku, khalifahku pada keluargaku,dan sebaik orang yang menjadi
khalifah setelahku adalah Ali.
Kemudian dibalas
oleh sekte Sunni, dengan hadits yang di maudhu’-kan pada Abdullah bin Abu Aufa
berkata : Aku melihat Nabi duduk bersandar pada Ali kemudian Abu Bakar dan Umar
datang maka Nabi bersabda :
يَاأَبَالْحَسَنِ
أَحِبَّهُمَا فَبِحُبِّهِمَا تَدْخُلِ الْجَنَّةَ
Hai Abu Al-Hasan! Cintailah mereka, maka dengan mencintai
mereka engkau masuk surga.
Sekte khawarij lebih bersih dari pe-maudhu’-an hadits,
karena menurut mereka bohong termasuk dosa besar dan pelaku dosa besar dihukumi
kafir. Oleh karena itu, mereka yang paling bersih dalam periwayatan hadits.
Sebagaimana kata Abu Dawud: “Tidak ada diantara kelompok hawa nafsu yang lebih
shahih haditsnya dari pada khawarij.”
2. Dendan Musuh Islam
Setelah Islam memberontak dua negara
super power yakni Kerajaan Romawi dan persia. Islam tersebar ke segala penjuru
dunia, sementara musuh-musuh Islam tersebut tidak mampu melawannya secara
terang-terangan, maka mereka meracuni Islam melalui ajarannya dengan memasukkan
beberapa hadits maudhu’ ke dalamnya yang dilakukan oleh kaum zindiq. Hal ini
dilakukan agar umat Islam lari daripadanya dan agar mereka melihat, bahwa
ajaran-ajaran Islam itu menjijikkan.
Hammad bin Zaid mengatakan : “kaum
zindiq telah memalsukan hadits Nabi sebanyak empat belas ribu hadits”. Angka
ini bersumber dari pengakuan seorang zindiq Abdul Karim bin Auja’ yang hendak
dipenggal lehernya oleh Muhammad bin Sulaiman bin Ali pada masa pemerintahan
Al-Mahdi al-Abbasi (160 H). Dia mengaku telah memalsukan tidak kurang dari
14.000 hadits yang isinya diantaranya menghalalkan yang haram dan mengharamkan
yang halal.
Contoh hadits yang mereka buat :
الَنَّظَرُ
إِلَى الْوَجْهِ الْجَمِيْلِ عِبَادَةٌ
Melihat (memandang) muka yang indah
adalah ibadah.
3. Fanatisme Kabilah, Negeri atau Pemimpin
Umat Islam pada masa sebagian Daulah
Umawiyah sangat menonjol fanatisme Arabnya sehingga orang-orang non-Arab merasa
terisolasi dari pemerintahan, maka diantara mereka ada yang ingin memantapkan
posisinya dengan membuat hadits maudhu’ misalnya seorang yang fanatik pada
kabilah persia merasa bangsa Persialah yang paling baik, demikian juga
bahasanya seraya mengatakan “
إِنَّ
كَلاَمَ الَّذِيْنَ حَوْلَ الْعَرْشِ بِالْفَارِسِيَّةِ
Sesungguhnya
bahasa makhluk disekitar arsy dengan bahasa Persia.
Demikian juga fanatisme dalam
madzhab Hanafi mengangkat madzhab mereka adalah yang paling benar sehingga
merendahkan madzhab lain.
4. Qashshash (Tukang Cerita)
Sebagian qashshash (ahli cerita atau
ahli dongeng) ingin menarik perhatian para pendengarnya yaitu orang-orang awam
agar banyak pendengar, penggemar dan pengundangnya dengan memanfaatkan
profesinya itu untuk mencari uang, dengan cara memasukkan hadits maudhu’ke
dalam propagandanya. Qashshash ini populer pada abad ke 3 H yang duduk di
masjid-masjid dan di pinggir-pinggir jalan, diantara mereka terdiri dari kaum
Zindiq dan orang-orang yang berpura-pura jadi orang alim. Tetapi pada tahun 279
H masa pembai’atan khalifah abbasiyah Al-Mu’tashim mereka itu dilarang
berkeliaran di masjid-masjid dan jalan-jalan tersebut.
Sebagai contoh :
كانت
سفينة نوح طافت بالبيت سبعاوصلت عند المقام ر كعتين
“Pada
saat terjadi banjir, kapal Nabi Nuh berputar tawaf tujuh kali di ka’bah dan
shalat dua rakaat di maqam Ibrahim”.
5. Perselisihan Madzhab dan Ilmu
Kalam
Munculnya
hadits-hadits palsu dalam masalah fiqih ilmu kalam ini berasal dari para
pengikut mazhab. Mereka berani melakukan pemalsuan hadits karena didorong sifat
fanatik dan ingin menguatkan mazhab nya masing-masing.
Diantara
hadits-hadits palsu tentang masalah ini adalah :
a. Siapa yang mengangkat kedua
tangannya dalam shalat, maka shalatnya tidak sah.
b. Jibril menjadi imamku dalam
shalat di ka’bah, ia (jibril) membaca basmalah dengan nyaring.
c. Yang junub wajib berkumur dan
menghisap air tiga kali.
d. Semua yang ada di bumi dan
langit serta di antara keduanya adalah makhluk, kecuali Allah dan Al-qur’an.
Dan kelak akan ada diantara umatku yang menyatakan “al-qur’an itu makhluk”.
Barang siapa yang menyatakan demikian, niscaya ia telah kufur kepada Allah Yang
Maha Agung dan saat itu pula jatuhlah talak kepada isterinya.
6. Membangkitkan gairah
beribadah untuk mendekatkan diri kepada Allah
Mereka
membuat hadits-hadits palsu denan tujuan menarik orang untuk lebih mendekatkan
diri kepada Allah, melalui amalan-amalan yang mereka ciptakan, atau
dorongan-dorongan untuk meningkatkan amal, melalui hadits tarhib wa targhib
(anjuran-anjuran untuk meninggalkan yang tidak baik dan untuk mengerjakan yang
dipandangnya baik), dengan cara berlebih-lebihan.
Contoh Hadits :
من
قال لاإله إلاّاللُّه خلق اللُّه من كل كلمة طاىرامنقاره من ذهب ووريشه من مر جان
“barang
siapa mengucapkan la ilaha illallah maka Allah akan menciptakan baginya –pada
setiap kalimat- seekor burung yang paruhnya terbuat dari emas dan bulunya dari
permata”.
7. Menjilat penguasa
Ulama-ulama
su’ membuat hadits palsu ini untuk membenarkan perbuatan-perbuatan para
penguasa sehingga dari perbuatannya tersebut, mereka mendapat upah dengan
diberi kedudukan atau harta. Seperti kisah Ghiyats bin Ibrahim An-Nakha’i yang
datang kepada Amirul Mukminim Al-Mahdi, yang sedang bermain merpati.
Dari beberapa motif membut hadits
palsu diatas, kiranya dapat dikelompokkan menjadi :
Pertama, ada yang karena sengaja;
kedua, ada yang tidak sengaja merusak agama; ketiga, ada yang karena
keyakinannya bahwa membuat hadits palsu diperbolehkan; dan keempat ada yang
karena tidak tahu bahwa dirinya membuat hadits palsu. Dapatjuga dikatakan
tujuan mereka membuat hadits palsu ada yang negatif dan ada yang menganggap
mempunyai nilai positif. Sekalipun demikian, tetap harus dikatakan apa pun
alasannya yang mereka kemukakan, bahwa membuat dan meriwayatkan hadits palsu
merupakan perbuatan tercela dan menyesatkan, karena hal ini sangat bertentangan
dengan sabda Rasulullah SAW seperti yang
telah disebutkan terdahulu.
C. Tanda-tanda Hadits Maudhu’
Hadits maudhu’ dapat diketahui
melalui tanda-tandanya baik yang ada pada sanad atau pada matan.
1. Dalam Sanad
a. Pengakuan pembuatnya sendiri
Sebagaimana pengakuanAbdul karim bin
Abu Al-Auja ketika akan dihukum mati ia mengatakan : “Demi Allah aku palsukan
padamu 4.000 buah Hadits. Didalamnya aku haramkan yang halal dan aku halalkan
yang haram.” Kemudian dihukum pancung lehernya atas instruksi Muhammad bin
Sulaiman bin Ali Gubernur Bashrah (160-173 H). Maysarah bin Abdi Rabbih
Al-Farisi mengaku banyak membuat hadits maudhu’ tentang keutamaan Al-qur’an dan
keutamaan Ali. Ia mengaku membuat hadits maudhu’ lebih dari 70 hadits. Demikian
juga Abu Ishmah bin Maryam yang bergelar Nuh Al-jami’ mengaku banyak membuat
hadits maudhu’ yang disandarkan kepada Ibnu Abbas tentang keutamaan Al-qur’an.
b. Adanya bukti (qarinah) menempati pengakuan
Seperti seseorang yang meriwayatkan
hadits dengan ungkapan yang mantap serta meyakinkan (jazam) dari seorang syaikh
padahal dalam sejarah ia tidak pernah bertemu atau dari seorang syaikh disuatu
negeri yang tidak pernah berangkat ke luar atau seorang syaikh yang telah wafat
sementara ia masih kecil atau belum lahir. Untuk mengetahui ini harus
mempelajari buku-buku tawarikh Ar-Ruwah.
c. Adanya bukti pada keadaan perawi
Seperti yang disandarkan Al-Hakim
dari Saif bin Umar Al-Tamimi, aku disisi Sa’ad bin tharif, ketika anaknya
pulang dari sekolah (al-kuttab) menangis, ditanya bapaknya : “mengapa engkau
menangis?” anaknya menjawab : “dipukul gurunya.” Lantas Sa’ad berkata :
“sungguh saya bikin hina mereka sekarang”memberitkan kepadaku Ikrimah dari Ibnu
Abbas secara marfu’ :
معلموا
صبيانكم شراركم أقلهم رحمت لليتيم وأغلظهم على المساكين
Guru-guru anak kecilmu adalah orang
yang paling jelek diantara kamu. Mereka paling sedikit sayangnya terhadap anak
yatim dan yang paling kasar terhadap orang-orang miskin.
d. Kedustaan perawi
Seorang perawi yang dikenal dusta
meriwayatkan suatu hadits sendirian dan tidak ada eorang tsiqah yang
meriwayatkannya.
2. Dalam Matan
a. Lemah susunan lafal dan maknanya
Salah satu tanda ke-maudhu’an suatu
hadits adalah lemah dari segi bahasa dan maknanya. Secara logis tidak
dibenarkan bahwa ungkapan itu datang dari Rasul. Banyak hadits-hadits panjang
yang lemah susunan bahasa dan maknanya. Seseorang yang memiliki keahlian bahasa
dan sastra memiliki ketajaman dalam memahami hadits dari Nabi atau bukan hadits
maudhu’ ini bukan bahasa Nabi yang mengandung sastra (fashahah), karena sangat
rusak susunannya.
Hadits palsu jika diriwayatkan
secara eksplit bahwa ini lafal dari Nabi dapat dideteksi oleh para pakar yang
ahli dalam bidangnya sehingga tercium bahwa hadits ini hadits yang sesungguhnya
dan hadits palsu. Jika tidak dinyatakan secara eksplisit, menurut Ibnu Hajar
Al-Asqalani, hadits itu dikembalikan kepada maknanya yang rusak, karena bisa
jadi ia beralasan riwayah bi al-ma’na atau karena tidak bisa menyusunnya secara
baik.
b. Rusaknya makna
Maksud rusaknya makna karena
bertentangan dengan rasio yang sehat, menyalahi kaidah kesehatan, mendorong
pelampiasan biologis seks, dan lain-lain dan tidak bisa ditakwilkan.
Contoh :
أن
سفينة نوح طافت بالبيت سبعا وصلت عند المقام ركعتىن
Bahwasahnya perahu Nabi Nuh
berthawaf di Bait (ka’bah) tujuh kali dan shalat di makam Ibrahim dua rakaat.
c. Menyalahi teks Al-Qur’an atau hadits mutawatir
Termasuk tanda maudhu’ adalah
menyalahi Al-Qur’an atau hadits mutawatir dan tidak mungkin ditakwilkan,
kecuali jika dapat dikompromikan melalui takhshish al-amm atau tafshil
al-mujmal dan lain-lain sebagaimana langkah-langkah pemecahan yang telah
dilakukan ulama Ushul fikih. Contoh hadits palsu yang bertentangan ayat
Al-Qur’an misalnya :
ولد
الزنا لايدخل الجنة إلى سبعة أبناء
Anak zina tidak bisa masuk surga
sampai tujuh keturunan.
Hadits di atas bertentangan dengan
firman Allah :
ولا
تزر وازرة وزر أخرى
Dan tidaklah seorang membuat dosa
melainkan kemadharatannya kembali kepada dirinya sendiri. (QS. Al-An’am (6):
164)
d. Menyalahi realita sejarah
Misalnya hadits yaang menjelaskan
bahwa Nabi memungut jizyah (pajak) pada penduduk khaibar dengan disaksikan oleh
Sa’ad bin Mu’adz padahal Sa’ad telah meninggal pada masa perang Khandaq sebelum
kejadian tersebut. Jizyah disyari’atkan setelah perang tabuk pada Nashrani
Najran dan Yahudi Yaman.
e. Hadits sesuai dengan madhzab perawi
Misalnya hadits yang diriwayatkan
oleh habbah bin juwaini, ia berkata : saya mendengar Ali berkata: “Aku
menyembah Tuhan bersama Rasul-nya sebelum menyembah-nya seorangpun dari umat
ini ini lima atau tujuh tahun”.
Hadits ini mengkultuskan Ali sesuai
dengan prinsip madzhab Syi’ah, tetapi pengkultusan itu juga tidak masuk akal,
bagaimana Ali beribadah bersama Rasul lima atau tujuh tahun sebelum umat ini.
f.
Mengandung
pahala yang berlebihan bagi amal yang kecil
Biasanya motif pemalsuan hadits ini
disampaikan para tukang kisah yang ingin menarik perhatian para pendengarnya
atau menarik pendengar untuk melakukan perbuatan amal saleh. Tetapi memang
terlalu tinggi dalam membesarkan suatu amal kecil dengan pahala yang
berlebihan.
g. Sahabat dituduh menyembunyikan hadits
Sahabat dituduh menyembunyikan
hadits dan tidak menyampaikan atau tidak meriwayatkan kepada orang lain,
padahal hadits itu secara transparan haru disampaikan Nabi. Misalnya, Nabi
mmegang tangan Ali bin Abi Thalib dihadapan para sahabat semua, kemudian
bersabda : “ini wasiatku dan saudaraku dan khalifah setelah aku.” Seandainya
itu benar hadits dari Nabi tentu banyak diantara sahabat yang meriwayatkannya,
karena masalahnya adalah untuk kepentingan umum yakni kepemimpinan. Tidak
mungkin para sahabat diam tidak meriwayatkan jika hal itu terjadi benar pada Rasulullah.
D. Usaha Para Ulama dalam menanggulangi Hadits Maudhu’
Merupakan satu hal yang telah
dirancang oleh Allah swt dalam menjaga hadis-hadis nabi-Nya dari permasalahan
dengan menyiapkan para ulama yang selalu siap dan setia berjuang dengan mengorbankan
segala yang dimiliki, tenaga, waktu dan pikiran mereka demi menjaga kemurnian
agama dan keotentikan hadis-hadis Nabi dari sentuhan tangan-tangan kotor.
Diantara usaha-usaha yang telah
mereka lakukan adalah dengan keharusan mencantumkan sanad dalam setiap
periwayatan. Hal semacam ini sebenarnya tidak dilakukan pada zaman sahabat.
Baru setelah terjadi konflik intern dalam kubu umat islam mereka memberlakukan
periwayatan dengan sanad agar tidak semua orang dapat meriwayatkan hadis degan
bebas tanpa kendali.
Terjadinya konflik pada masa sahabat
dan munculnya benih-benih hadis palsu saat itu selain berdampak negatif juga
mempunyai manfaat yang cukup mendalam. Dengan konflik itu lahirlah metode dan
kaidah-kaidah periwayatan hadis. Di sisi lain, seandainya konflik itu baru
terjadi di masa setelah sahabat mungkin dampaknya akan semakin parah bagi
keutuhan islam.
Hal itu hampir sama kasusnya dengan
terjadinya perbedaan qiraat yang terjadi pada masa sahabat. Seandainya
perbedaan dan pertentangan dalam bacaan al-Quran terjadi setelah kepergian
sahabat, dapat kita bayangkan bagaimana dampak dan akibatnya bagi keutuhan umat
islam.
Langkah berikutnya yang dilakukan
para ulama adalah menginventarisir hadis-hadis palsu dan mengklasifikasikannya
dalam buku tersendiri agar mudah diketahui dan tidak bercampur dengan hadis
yang sebenarnya.
Selain itu juga membuat
kaidah-kaidah yang dapat digunakan sebagai barometer untuk mengetahui kepalsuan
hadis. Kaidah-kaidah itu tertuang dalam satu disiplin ilmu tersendiri yaitu ilmu
al-Jarh wa Ta’dil. Kritik sanad dan matan juga mereka lakukan untuk
menyingkap tabir kepalsuan mereka.
Adanya klasifikasi kualitas hadis
dari mulai yang tertinggi hingga terendah, serta kriteria yang digunakan untuk
menentukan hal tersebut sampai pada kodifikasi hadis tidak lain merupakan buah
dari usaha mereka ini.
Bertolak dari hal di atas, nampaknya
kita juga perlu untuk melanjutkan usaha mereka ini, di antaranya dengan
berusaha semaksimal mungkin untuk tidak ikut menyebarkan –baik sengaja maupun
tidak-hadis-hadis maudhu’ kepada siapa pun.
Sering kita jumpai kitab-kitab yang
memuat hadis-hadis palsu tersebut masih diajarkan dalam pesantren-pesantren,
pengajian-pengajian, bahkan juga disampaikan dalam banyak khutbah oleh para
da’i dalam khutbah dan ceramah mereka, dengan dalih untuk fadha’il a’mal.
Padahal –sebagaimana telah sekalipun dijelaskan diatas- bahwa meriwayatkan
hadis maudhu’ –sekalipun untuk maksud baik- hukumnya haram, sama halnya dengan
berdusta kepada Nabi saw.
E. Karya-karya dalam hadist maudhu’
1. Al-maudhu’at, karangan ibn al-jauzi- beliau paling awal mmenulis dalam
ilmu ini
2. Al-la’ali al-mashnu’ah fi al-ahadist al-maudhu’ah. Karya as-suyuthi-
ringkaasan kitab ibnu al jauzi dgn beberapa tmbahan
3. Tanzihu asy-syari’ah al-marfu’ah
‘an al ahadist asy-syani’ah al-maudhu’ah, karya ibnu ‘iraq al-kittani
ringkasan dari kedua kitab tersebut
4. Silsilah al-hadist adh-dha’ifah, karyan al-albani
III. KESIMPULAN
Hadits
maudhu’ adalah hadits palsu yang dibuat oleh seseorang dan disandarkan kepada
Nabi Muhammad SAW. Tujuan mereka membuat hadits maudhu’ ada yang negatif dan
ada pula yang mempunyai nilai positif. Apapun alasan mereka, perlu ditegaskan
bahwa membuat hadits palsu merupakan perbuatan tercela dan menyesatkan.
Hadits
maudhu’ dapat diidentifikasi berdasarkan metode-metode tertentu, misalkan mengetahui ciri-ciri yang terdapat
pada sanad dan matannya.
IV. DAFTAR
PUSTAKA
Smeer, Zeid. ULUMUL HADITS Pengantar Study
Hadis Praktis. Malang: UIN-Malang Pers. 2008
Suparta,
Munzier. Ilmu Hadis. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2006
Al-Qaththan,
Syaikh Manna’. Pengantar Study Ilmu Hadis. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
2005
Solahudin,
dan Agus Suyadi. ULUMUL HADITS. Bandung: Pustaka Setia. 2008
Khon,
Abdul Majid. Ulumul hadis. Jakarta: Bumi Aksara. 2009